Arti
nama
Kata ''bhīma'' dalam bahasa Sanskerta artinya kurang lebih adalah "mengerikan".
Sedangkan nama lain Bima yaitu Wrekodara, dalam bahasa Sanskerta dieja Vrikodara,
artinya ialah "perut serigala", dan merujuk ke kegemarannya makan. Nama julukan yang
lain adalah Bhimasena yang berarti panglima
perang.
Kelahiran
Dalam wiracarita
Mahabharata
diceritakan bahwa karena Pandu tidak dapat membuat keturunan (akibat kutukan dari seorang resi di hutan), maka Kunti (istri Pandu) berseru kepada Bayu, dewa angin. Dari hubungan Kunti
dengan Bayu, lahirlah Bima. Atas anugerah dari Bayu, Bima akan menjadi orang
yang paling kuat dan penuh dengan kasih sayang.
Masa
muda
Pada masa kanak-kanak Pandawa
dan Kurawa,
kekuatan Bima tidak ada tandingannya di antara anak-anak sebayanya. Kekuatan
tersebut sering dipakai untuk menjahili para sepupunya, yaitu Korawa. Salah
satu Korawa yaitu Duryodana, menjadi sangat benci dengan sikap Bima yang selalu jahil.
Kebencian tersebut tumbuh subur sehingga Duryodana berniat untuk membunuh Bima.
Pada suatu hari ketika para Kurawa serta Pandawa
pergi bertamasya di daerah sungai Gangga,
Suyudana menyuguhkan makanan dan minuman kepada
Bima, yang sebelumnya telah dicampur dengan racun. Karena Bima tidak senang
mencurigai seseorang, ia memakan makanan yang diberikan oleh Duryodana. Tak
lama kemudian, Bima pingsan. Lalu tubuhnya diikat kuat-kuat oleh Duryodana
dengan menggunakan tanaman menjalar, setelah itu dihanyutkan ke sungai Gangga
dengan rakit. Saat rakit yang membawa Bima sampai di tengah sungai, ular-ular
yang hidup di sekitar sungai tersebut mematuk badan Bima. Ajaibnya, bisa ular
tersebut berubah menjadi penangkal bagi racun yang dimakan Bima. Ketika sadar,
Bima langsung melepaskan ikatan tanaman menjalar yang melilit tubuhnya, lalu ia
membunuh ular-ular yang menggigit badannya. Beberapa ular menyelamatkan diri
untuk menemui rajanya, yaitu Antaboga.
Saat Antaboga mendengar kabar bahwa
putera Pandu
yang bernama Bima telah membunuh anak buahnya, ia segera menyambut Bima dan
memberinya minuman, yang semangkuknya memiliki kekuatan setara dengan sepuluh
gajah.[2]
Lalu Bima meminumnya tujuh mangkuk, sehingga tubuhnya menjadi sangat kuat,
setara dengan tujuh puluh gajah. Bima tinggal di istana Naga Basuki selama
delapan hari, dan setelah itu ia pulang. Saat Bima pulang, Duryodana
kesal karena orang yang dibencinya masih hidup. Ketika para Pandawa
menyadari bahwa kebencian dalam hati Duryodana mulai bertunas, mereka mulai
berhati-hati.
Pendidikan
Pada usia remaja, Bima dan
saudara-saudaranya dididik dan dilatih dalam bidang militer oleh Drona. Dalam mempelajari senjata, Bima
lebih memusatkan perhatiannya untuk menguasai ilmu menggunakan gada, seperti Duryodana.
Mereka berdua menjadi murid Baladewa,
yaitu saudara Kresna yang sangat mahir dalam menggunakan senjata gada.
Dibandingkan dengan Bima, Baladewa lebih menyayangi Duryodana, dan Duryodana
juga setia kepada Baladewa. Kedua bersaudara sepupu ini bersekolah di
Universitas yang sama yaitu Universitas 'Dhurna'. Namun Bima memiliki
kecerdasan yang lebih dibandingkan Duryodana dalam menimba ilmu Gadha dari Rhsi
Dhurna. Kelak kedua sepupu ini akan bertempur habis-habisan di hari terakhir
perang bharatayudha.
Peristiwa
di Waranawata
Ketika Bima beserta ibu dan
saudara-saudaranya berlibur di Waranawata, ia dan Yudistira
sadar bahwa rumah penginapan yang disediakan untuk mereka, telah dirancang
untuk membunuh mereka serta ibu mereka. Pesuruh Duryodana,
yaitu Purocana, telah membangun rumah tersebut sedemikian rupa dengan bahan
seperti lilin sehingga cepat terbakar. Bima hendak segera pergi, namun atas
saran Yudistira mereka tinggal di sana selama beberapa bulan.
Pada suatu malam, Dewi Kunti mengadakan pesta dan seorang wanita
yang dekat dengan Purocana turut hadir di pesta itu bersama dengan kelima orang
puteranya. Ketika Purocana beserta wanita dan kelima anaknya tersebut tertidur
lelap karena makanan yang disuguhkan oleh Kunti, Bima segera menyuruh agar ibu
dan saudara-saudaranya melarikan diri dengan melewati terowongan yang telah
dibuat sebelumnya. Kemudian, Bima mulai membakar rumah lilin yang ditinggalkan
mereka. Oleh karena ibu dan saudara-saudaranya merasa mengantuk dan lelah, Bima
membawa mereka sekaligus dengan kekuatannya yang dahsyat. Kunti digendong di
punggungnya, Nakula
dan Sadewa
berada di pahanya, sedangkan Yudistira
dan Arjuna
berada di lengannya.[3]
Ketika keluar dari ujung terowongan,
Bima dan saudaranya tiba di sungai Gangga.
Di sana mereka diantar menyeberangi sungai oleh pesuruh Widura, yaitu menteri Hastinapura
yang mengkhwatirkan keadaan mereka. Setelah menyeberangi sungai Gangga, mereka
melewati Sidawata sampai Hidimbawana. Dalam
perjalanan tersebut, Bima memikul semua saudaranya dan ibunya melewati jarak
kurang lebih tujuh puluh dua mil. peristiwa ini dalam cerita pewayangan di
indonesia sering dikenal dengan lakon "bale sigolo-golo", yang
selanjutnya membuat para pandawa harus "ngenger" (dalam lakon pandawa
ngenger) dan bima berganti nama menjadi "jagal abilawa" dan beralih
profesi menjadi jagal.
Peristiwa
di Hidimbawana
Di Hidimbawana, Bima bertemu dengan Hidimbi/Arimbi
yang jatuh cinta dengannya. Kakak Hidimbi yang bernama Hidimba,
menjadi marah karena Hidimbi telah jatuh cinta dengan seseorang yang seharusnya
menjadi santapan mereka. Kemudian Bima dan Hidimba berkelahi. Dalam perkelahian
tersebut, Bima memenangkan pertarungan dan berhasil membunuh Hidimba dengan
tangannya sendiri. Lalu, Bima menikah dengan Hidimbi. Dari perkawinan mereka,
lahirlah seorang putera yang diberi nama Gatotkaca.
Bima dan keluarganya tinggal selama beberapa bulan bersama dengan Hidimbi dan
Gatotkaca, setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Bima juga mempunyai anak
dari Dropadi bernama Sutasoma, sedangkan anak dari pernikahannya
dengan Putri Balandhara dari Kerajaan Kashi adalah Sarwaga. Semua anak Bima gugur dalam Perang di Kurukshetra.
Pembunuh
Raksasa Baka
Setelah melewati Hidimbawana, Bima
dan saudara-saudaranya beserta ibunya tiba disebuah kota yang bernama Ekacakra. Di sana mereka menumpang di rumah
keluarga brahmana.
Pada suatu hari ketika Bima dan ibunya sedang sendiri, sementara keempat
Pandawa lainnya pergi mengemis, brahmana pemilik rumah memberitahu mereka bahwa
seorang raksasa yang bernama Bakasura
meneror kota Ekacakra. Atas permohonan penduduk desa, raksasa tersebut berhenti
mengganggu kota, namun sebaliknya seluruh penduduk kota diharuskan untuk
mempersembahkan makanan yang enak serta seorang manusia setiap minggunya. Kini,
keluarga brahmana yang menyediakan tempat tinggal bagi mereka yang mendapat
giliran untuk mempersembahkan salah seorang keluarganya. Merasa berhutang budi
dengan kebaikan hati keluarga brahmana tersebut, Kunti berkata bahwa ia akan
menyerahkan Bima yang nantinya akan membunuh raksasa Baka. Mulanya Yudistira
sangsi, namun akhirnya ia setuju.
Pada hari yang telah ditentukan,
Bima membawa segerobak makanan ke gua Bakasura.
Di sana ia menghabiskan makanan yang seharusnya dipersembahkan kepada sang
raksasa. Setelah itu, Bima memanggil-manggil raksasa tersebut untuk berduel
dengannya. Bakasura yang merasa dihina, marah lalu menerjang Bima. Seketika
terjadilah pertarungan sengit. Setelah pertempuran berlangsung lama, Bima
meremukkan tubuh Bakasura seperti memotong sebatang tebu. Lalu ia menyeret
tubuh Bakasura sampai di pintu gerbang Ekacakra. Atas pertolongan dari Bima,
kota Ekacakra tenang kembali. Ia tinggal di sana selama beberapa lama, sampai
akhirnya Pandawa
memutuskan untuk pergi ke Kampilya, ibukota Kerajaan Panchala, karena mendengar cerita mengenai Dropadi
dari seorang brahmana.
Bima
dalam Bharatayuddha
Dalam perang di Kurukshetra, Bima berperan sebagai komandan tentara Pandawa. Ia
berperang dengan menggunakan senjata gadanya yang sangat mengerikan.
Pada hari terakhir Bharatayuddha,
Bima berkelahi melawan Duryodana dengan menggunakan senjata gada. Pertarungan berlangsung
dengan sengit dan lama, sampai akhirnya Kresna mengingatkan Bima bahwa ia telah
bersumpah akan mematahkan paha Duryodana. Seketika Bima mengayunkan gadanya ke
arah paha Duryodana. Setelah pahanya diremukkan, Duryodana jatuh ke tanah, dan
beberapa lama kemudian ia mati. Baladewa marah hingga ingin membunuh Bima,
namun ditenangkan Kresna karena Bima hanya ingin menjalankan sumpahnya.
Bima
dalam pewayangan Jawa
Bima sebagai tokoh wayang Jawa.
Bima adalah seorang tokoh yang
populer dalam khazanah pewayangan Jawa. Suatu saat mantan presiden Indonesia, Ir. Soekarno,
pernah menyatakan bahwa ia sangat senang dan mengidentifikasikan dirinya mirip
dengan karakter Bima. Nama Sukarno sendiri berasal dari nama Karna, panglima yang memihak Kaurawa.
Sifat
Bima memiliki sifat gagah berani,
teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama
derajatnya, sehingga dia digambarkan tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama
inggil) atau pun duduk di depan lawan bicaranya. Bima melakukan kedua hal
ini (bicara dengan bahasa krama inggil dan duduk) hanya ketika menjadi
seorang resi
dalam lakon Bima Suci, dan ketika dia bertemu dengan Dewa Ruci. Ia
memiliki keistimewaan dan ahli bermain gada, serta memiliki berbagai macam
senjata, antara lain: Kuku Pancakenaka, Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa (kapak besar) dan Bargawasta. Sedangkan
jenis ajian yang dimilikinya antara lain: Aji Bandungbandawasa, Aji
Ketuglindhu, Aji Bayubraja dan Aji Blabak Pangantol-antol.
Bima juga memiliki pakaian yang
melambangkan kebesaran, yaitu: Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping
Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde
Udaraga. Sedangkan beberapa anugerah Dewata
yang diterimanya antara lain: Kampuh atau Kain Poleng Bintuluaji, Gelang
Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem.
Dalam pencarian jatidirinya, bima
sering diberi tugas oleh gurunya (yang diminta oleh para kurawa untuk membunuh
bima) yang hampir tidak mungkin dikerjakan, tugas itu antara lain adalah
mencari kayu gung susuhing angin dan air banyu perwitasari, yang akhirnya
membawa bima bertemu dengan dewaruci
Istimewa
BalasHapusZaya punya kalung pun gambar nya bima
BalasHapusCerita pandawa,,penuh inspirasi ttg kehidupan
BalasHapusCerita pandawa,,penuh inspirasi ttg kehidupan
BalasHapusBisa lihat juga sejarah saya, hehehee
BalasHapus